Selasa, 28 September 2010

Cerita Shubuh

Selimut pagi mengisahkan cerita pagi ini
Ketika kumandang seruan Tuhan telah diperdengarkan
Dingin pagi mengajak untuk kembali berselimut
Kini diantara ego tidur dan kewajiban
Sesaat itu terbisik prinsip kamu tidak boleh ego
Akhirnya ego kini terkalahkan
Kusiram bisikan buruk dengan air wudhu
Segera berjalan menuju seruan itu
Telah nampak bulan di balik mega di sayap barat
Bulan sisa semalaman menyuguhkan keindahan
Sambutan bulan alangkah mengindahkan jalan
Ini yang tak bakal kudapatkan di siang hari
Langkah telah sampai menuju seruan ayat Tuhan
Dan telah dilakukan 2 rakaat untuk kewajibanku
Kesejukan shubuh yang tak terganti
Tak terganti dengan mimpi yang indah sekalipun

Jawaban perempuan manis

Kubisikkan kata sayang lembut dengan sedikit berbelit
Kusingkirkan ketakutan untuk mengungkapkan
Malam ini mungkin berselimut dingin
Seiring selimut tebal menemani kubisikkan kata sayang
Sambutan yang mungkin sulit untuk dimengerti
Dimengerti seorang perempuan
Masih saja perempuan dalam tanya padaku
Mengisyaratkan seolah Ia tak tahu artinya luapanku
Kusandarkan penuh kejujuran untuk keluarkan isi hati
Namun sulit juga untuk dimengerti oleh perempuan manis
Jawabnya bukan malam ini
Satu pesan telah diutarakan untuk sejenak istirahat malam ini
Pagi ini kukabarkan padanya, apakah masih ada yang marah pagi ini?
Jawab lugas penuh keluguan, tidak mengapa kau ungkap isi hatimu
Selang waktu Ia torehkan pesan yang buatku lebih bersemangat lagi
Ia ucap jikalau ditakdirkan berjodoh,itulah Kuasa Tuhan
Akhirnya kata damai dan kebaikan yang tertuang oleh kita


(Senin,27 September 2010, pukul 06.30)

Sosok Manis Menghujani

Telah terlihat satu titik di kala hujan sore itu
Satu titik yang seakan mengajak arah pandang ini
Kumulai mendekat, mendekat tanpa sebab
Pun semakin kencang aku dibuatnya
Disini jelas tampak suatu peradaban baru
Akupun menjelma dalam sangkar kebahagiaan itu
Seolah tahu tentang kisahnya, kini kucoba bersikap tenang
Yang kulisankan bukan tentangku
Sedikit mengecoh kini keakraban bersama sosok manispun terjadi
Satu kali, dua kali, bahkan berulang yang dilakukannya
Masih sama, bola matanya terarah tepat merujuk ke hadapku
Tangisan langitpun masih terdengar di atas genting kampus
Bak jadi saksi kiasan sore itu
Sesaat obrolan telah berlalu cepat, redapun hadir
Sosok manis menoreh pisah denganku
Harapku tak lepas, tak jauh dengan pertemuan kedua
Satu senyuman lagi dihantarkannya
Kubalaskan kata “semoga kita dipertemukan dalam kebaikan bukan keburukan”
(Ramadhan 1430 H)